Alkisah, ada seorang pemuda yang berwajah murung akhir-akhir ini. Ia mengerjakan segala sesuatu dengan gelisah dan tidak bersemangat, seakan banyak masalah yang ada di pikirannya. Gurunya yang bijaksana, memperhatikan kelakuan si pemuda dan mengajaknya berbicara. “Bapak perhatikan, kamu selalu murung. Bukankah banyak hal indah di kehidupan ini? Ke mana perginya wajah ceria dan bersemangat kepunyaanmu dulu?”
“Guru, belakangan ini hidup saya sedang penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang tidak ada habis-habisnya. Serasa tak ada lagi sisa untuk kegembiraan,” jawab pemuda itu sambil tertunduk lesu. Sambil tersenyum, sang guru berkata,”Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam di dapur. Bawalah kemari. Biar bapak coba perbaiki suasana hatimu itu.” Pemuda itu pun bergegas melakukan permintaan gurunya sambil berharap dalam hati mudah-mudahan gurunya memberi jalan keluar bagi permasalahan hidupnya.
Setelah itu, sang guru berkata, “Ambil garamnya dan masukkan ke segelas air itu, kemudian aduk dan coba kamu minum.” Wajah si pemuda langsung meringis setelah meminum air asin tersebut. “Bagaimana rasanya?” tanya sang guru dengan senyum lebar di bibirnya. “Asin, tidak enak, dan perutku jadi mual,” jawab si pemuda. Kemudian sang guru membawa muridnya itu ke sebuah danau di dekat tempat mereka. Danau itu begitu indah dan airnya bening karena sumber air alam yang selalu mengairi di situ. “Ambil air garam dan garam yang tersisa dan tebarkan ke danau,” perintah sang guru. Si pemuda dengan patuh memenuhi permintaan gurunya. “Sekarang, coba kamu minum sedikit air danau itu”. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan meminumnya.
“Bagaimana rasanya? Terasakah garam yang kamu tebarkan tadi?”“Segar sekali,” jawab si pemuda sambil mengambil air dan meminumnya lagi. “Tidak ada rasa asin sama sekali!” Gurunya kemudian berkata, “Nak, segala masalah dalam hidup ini sama seperti segenggam garam. Tidak kurang tidak lebih! Rasa ‘asin’ sama seperti masalah, kesulitan, penderitaan yang dialami setiap manusia, dan tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan dan penderitaan. Benar kan? Perlu kamu ketahui, berapa banyak rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami setiap manusia sesungguhnya tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Maka, jangan memiliki kesempitan hati seperti gelas tadi! Jadikan hatimu sebesar danau sehingga semua kesulitanmu tidak akan mengganggu rasa di jiwamu dan kamu tetap bisa bergembira walaupun sedang dilanda masalah. Nah, mudah-mudahan penjelasan gurumu ini bisa memperbaiki suasana hatimu.”
Pembaca yang Budiman, Seorang filsuf besar pernah berkata “Life is suffering. Hidup adalah penderitaan”. Memang, pada kenyataannya, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan selera kita, membuat kita menderita. Kadar penderitaan setiap orang tentu berbeda. Semuanya tergantung dari cara pandang dan keikhlasan kita dalam menyesuaikan dengan selera kita. Maka selayaknya kita harus terus belajar dan memperluas wawasan kebijaksanaan, agar jangan samapai masalah yang menguasai kita. Tetapi kitalah yang mengendalikan masalah. Sehingga, masalah yang datang bukan lagi dipandang sebagai penderitaan, tetapi bagian dari kehidupan yang harus kita jalani.